Lima Wasiat KH. Askandar
“Ahli ilmu (namanya) terus hidup meski ia telah mati, dan tulangnya telah hancur oleh rayap tanah. Si bodoh mati walau ia masih berkeliaran di muka bumi, jasad masih hidup tetapi hakikatnya ia mati” (Syaikh Burhanuddin).
KH. Askandar merupakan seorang Kyai, Alim Ulama’ sekaligus pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, namanya kian harum di tengah masyarakat khususnya Banyuwangi. Ilmunya terus mengalir pada tiap santri meskipun sudah tiada lagi. Pondok Pesantren Manbaul Ulum menjadi sebuah peninggalan KH. Askandar yang paling monumental dan hingga saat ini masih bisa dijumpai keberadaannya, tepatnya di Dusun Berasan, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari sejarah biografi beliau, Salah satunya adalah 5 Wasiat KH. Askandar yang ditujukan untuk masyarakat umum khususnya jam’iyah Nahdlatul Ulama’. Berikut adalah lima wasiat almarhum almaghfurlah KH. Askandar:
1. “Jaman akhir iku jaman Jati Sunduk Ruyunng, okeh paguron kudhung Islam nanging sejatine ngrusak Islam”. (Zaman akhir adalah zaman ruyung berkedok jati. Banyak perguruan yang berkedok Islam, tetapi isi ajarannya justru merusak Islam). Hal ini sesuai dengan zaman sekarang, banyak sekali jamaah-jamaah yang berkedok Islam, tetapi isinya menyesatkan. Sampai-sampai kita merasa kesulitan untuk menilai kelompok mana yang benar-benar “Islam”. Wasiat ini menunjukkan agar senantiasa bersikap waspada. Tidak mudah tergiur oleh gemerlapannya label “Islam” yang itu hanyalah kedok belaka.
2. “Mbok iso mlaku sak dhuwure banyu, kok iseh demen dhuit, iku mesti dudu wali”. ( Meskipun bisa berjalan di atas air, tapi masih suka dengan uang, tentu itu bukan wali). Maksud dari wasiat ini adalah supaya kita umat islam benar-benar memahami ajaran Islam, termasuk metafisiknya. Paling tidak, harus mengikuti jejak para ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya. Tidak mudah tergiur oleh kehebatan-kehebatan yang sengaja dipamerkan orang untuk mencari keuntungan duniawi semata. Karena saat ini, banyak bangsat bergelar haji, Dukun berlabel kiai dan tukang santet pun ngaku wali.
3. “Ojo sok dhemen ngutang, ojo-ojo mbesuk anak – putune sing ditagih”. (Jangan suka hutang, jangan-jangan nanti anak – cucunya yang ditagih). Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan konsep hidup sederhana. Hudup apa adanya, sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
4. “Wong lanang kudu welas karo wong wadon, sebab dheweke mung digawe soko balung igane wong lanang”. (Seorang laki-laki harus memiliki belas kasih kepada seorang perempuan, karena ia hanya diciptakan dari tulang rusuknya seorang laki-laki).
5. “Ngibadah haji iku podho karo nglakoni mati. Podho-podho mung sangu kemul putih sak lembar”. (Ibadah haji itu sama dengan meninggal dunia. Sama – sama hanya berbekal selembar selimut putih. Bagi KH. Askandar, ibadah haji sama sekali bukan popularitas dan kebanggaan, akan tetapi hanyalah semata-mata satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Ibadah haji harus mampu menjadikan pelakunya siap menghadap kehadirat Ilahi Robbi, sehingga harus dirasakan sebagai nglakoni mati (siap mati). Dengan demikian, pada dasarnya ibadah haji sama halnya dengan merasakan mati, sama-sama hanya berbekal selembar kain putih.
Itulah lima wasiat Almarhum almaghfurlah KH. Askandar Pendiri Pondok Pesantren Manbaul Ulum, Berasan-Banyuwangi. Semuga bisa menjadi pelajaran dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Sumber:
Wawancara dengan K. Noor Shodiq Askandar, SE., MM (putra Almarhum almaghfurlahKH. Askandar) pada tanggal 28 November 2017.
Iskandar, Noer. (2003). Biografi (Sejarah dan Perjuangan) KH. Askandar (Mbah Kandar). Malang : Aswaja Centre dan Visipress.
http://www.islamnusantara.com/perjuangan-para-kyai-dan-santri-dalam-kemerdekaan-indosesiatak tercatat-sejarah/. Diunduh pada tanggal 20 Desember 2018 pukul 22:55. الإسلام، برهان.(2004). تعليم المتعلم طريق التعلم. السودان : الدار السودانية للكتب.
Sumber:
Wawancara dengan K. Noor Shodiq Askandar, SE., MM (putra Almarhum almaghfurlahKH. Askandar) pada tanggal 28 November 2017.
Iskandar, Noer. (2003). Biografi (Sejarah dan Perjuangan) KH. Askandar (Mbah Kandar). Malang : Aswaja Centre dan Visipress.
http://www.islamnusantara.com/perjuangan-para-kyai-dan-santri-dalam-kemerdekaan-indosesiatak tercatat-sejarah/. Diunduh pada tanggal 20 Desember 2018 pukul 22:55. الإسلام، برهان.(2004). تعليم المتعلم طريق التعلم. السودان : الدار السودانية للكتب.
Komentar
Posting Komentar