Peradaban Islam di Persia dan India

             Dalam sejarah peradaban Islam diceritakan bahwa setelah Khilafah Abbasiyah yang ada di Baghdad mengalami kemunduran akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai di situ, Timur Lenk juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain. Dan Islam mengalami kemajuan kembali dalam bidang politik setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Turki Usmani, Mughal di India dan safawi di Persia.
            Pada umumnya di awal abad ke-4 Hijriyah (320 H) merupakan lahirnya permulaan berbagai peristiwa-peristiwa penting dalam peradaan Islam di Iran (Persia). Dinasti Buwaihi dan Dinasti Safawi merupakan dua dinasti yang dalam pengkajian Sejarah dan Peradaban Islam meiliki peran penting dan paling dominan dalam menghidupkan dan menyebarkan Islam di Persia di banding dinasti-dinasti lain yang ada di Persia.
            Dinasti Buwaihi berada pada periaode klasik Islam, di bawah kepemimpinan Al-Muthi (946 M/334 H s.d. 974 M/363 H), Al-Tha’i (974 M/363 H s.d. 991 M/ 381 H) Al-Qadir (991 M/381 H s.d. 1031 M/422 H), dan Al-Qaim (1031 M/422 H s.d. 1075M/1031 H). Dinasti Buwaihi merupakan dinasti besar dan kuat serta memiliki wilayah kekuasaan yang luas. Mereka memerintah antara abad IV-V H atau IX-X M.
            Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul Dinasti Buwaihi. Salah satunya adalah ada yang berpendapat nenek moyang Buwaihi adalah Bahram Jur, salah seorang raja dari Dinasti Sasan yang tergolong dari orang-orang yang cerdik. Buwaihi berasal dari negeri Dailam Sebelah Timur Khurasan. Keluarga Bani Buwaihi berasal dari keturunan raja-raja Persia melanjutkan seorang tokohnya yang bernama Buyyah (Buwaihi). Dan dari keturunan Buwaihi inilah yang kelak akan menjadi penguasa Irak yang gigih. Mereka itu adalah Ali, Al-Hasan dan Ahmad. Dari mereka inilah dimulai nama Dinasti Buwaihi, pemegang kekuasaan tertinggi Baghdad dari 945-1055 M, bersama dengan khalifah-khalifahnya. Ada beberapa peristiwa tentang peran Dinasti Buwaihi bagi Peradaban Islam yang mempunyai nilai tinggi. Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Ketika kepemimpinannya Muiz Al-Daulah. Muiz Al-Daulah memberikan izin kepada penganut-penganut aliran syiah untuk menjadikan tanggal 10 Muharam dan 18 Dzulhijjah sebagai hari besar bagi mereka. Mengingat- dalam pandangan aliran tersebut- tanggal 10 Muharam itu adalah hari Karbala yang merupakan hari bergabung karena Husein dibunuh oleh musuhnya. Sementara itu, pada 18 Dzulhijjah adalah ahari Ghadir Khum, yaitu memperingati hari momentum penyerahan wasiat khilafah dari Rasulullah SAW, kepada Ali bin Abi Thalib.
2)      Orang kedua yang mendapat gelar amir al-umara adalah Adhud Al-Daulah. Pada masa kepemimpinannya Dinasti Buwaihi telah mencapai masa keemasannya. Pada masanya kekuasaan khalifah semakin kuat, wilayah kekuasaannya semakin luas dan peradaban pun semakin tinggi. Pada 368 H, ia menguasai Mausil, Rabi’ah, Miyafarqayn, Amid, Bakr dan Muhar. Menurut Hasan Ahmad Mahmud, bahwa Adhud Al-Daulahlah yang mengembalikan wibawa dan karisma Dinasti Buwaihi ke asalnya. Adhud Al-Daulah sendiri telah menjadikan Persia sebagai pusat pemerintahan pada masa kekuasaannya. Peran Adhud Al-Daulah juga sangat besar dalam lapangan ilmu dan filsafat. Ia termasuk orang yang mencintai ilmu pengetahuan dengan banyak belajar kepada guru-guru dan ulama yang terkemukan.

 
Sumber: www.wikipedia.org.com

                  Dinasti Buwaihi Mengalami kemundurannya ketika terjadinya peperangan antara Baha, Syaraf dan saudara ketiga mereka, Shamsham Al-Daulah, dan juga disebabkan adanya pertikaian antara anggota-anggota keluarga kerajaan dalam menentukan penerus meraka. Dan fakta bahwa Buwaihi berkecenderungan Syiah sehingga sangat dibenci oleh orang Baghdad yang Sunni. Dan pada 1055, raja saljuk, Thughril Beg memasuki Baghdad dan mengakhiri riwayat kekuasaan Buwaihi.
            Adapun Dinasti Safawi berdiri pada 1501 s.d. 1722 M. Hidup pada periode pertengahan Islam. Dinasti ini termasuk  dinasti besar dari ketiga dinasti yang muncul dalam kurun waktu 1500 – 1800 M, yaitu Dinasti Usmani di Turki, Dinasti safawi sendiri dan Dinasti Mughol di India.
            Dinasti Safawi berdiri secara resmi di Persia pada 1501 M/907 H, tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja  atau syah di Tibris. Namun, event sejarah yang penting ini tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa tersebut berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni kurang lebih dua abad.
            Sejak Shafi Al-Din mulai memimpin ribath dan mendirikan tarekat Shafawiyah pada 1031 M sampai kepada Syah Ismail I memproklamasikan berdirinya Dinasti Safawi pada 1501 M, telah banyak pengalaman keluarga Syafawi dalam perjuangan menegakkan cita-cita selama dua abad itu. Paling tidak ada dua tahap perjuangan yang dilalui mereka. Pertama, sebagai gerakan keagamaan (kultural) dan kedua, sebagai gerakan politik (struktural).
            Peran Dinasti Safawi bagi Peradaban Islam begitu besar. Dinasti Safawi mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan raja yang kelima yaitu Syaikh Abbas yang Agung (1587-1629 M). Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri dan raja pertama Dinasti Safawi sangat besar juga. Ialah sebagai peletak pondasi bagi kemajuan Safawi di kemudian hari. Disamping telah memberikan corak yang khas bagi Safawi dengan menetapkan Syiah sebagai agama negara, Syaikh Ismail juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah meliputi seluruh wilayah Persia dan sebelah Timur Fertile Creschen, sampai akhirnya Dinasti Safawi mewujudkan kesuksesannya dalam perluasan wilayah dari Heart (Harat) di Timur sampai Diyar Bakr di Barat.
            Pada masa ini muncul gerakan politik revolusioner dengan tarekat Safawiyah yang di bawa oleh Junaid bin Ali. Kemajuan politik terbukti dengan adanya perluasan wilayah, pembentukan angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern, terbentuknya Tentara Qizilbas dan juga telah dibangunnya angkatan bersenjata reguler dari golongan Ghulam pada masa Syah Abbas. Kemudian pada masa Syah Abbas Dinasti Safawi juga mengalami kemajuan di bidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Pembangunan besar-besaran dilakukan untuk memperindah ibu kota dan sekitarnya. Terdapat 162 buah masjid, 48 buah perguruan tinggi, 1082 buah losmen penginapan tamu khalifah, 237 unit pemandian umum, pembangunan istana megah, jembatan dan Taman Bunga Empat Penjuru.
            Selain itu, pada masa Dinasti Safawi juga telah berkembang dan mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Filsafat dan sains bangkit kembali di Dunia Islam, Khususnya di kalangan orang-orang Persia yang berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan. Pada masa ini muncul dua aliran filsafat. Pertama, aliran filsafat “perifatetik” sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua, filsafat Isyraqi yang dibawa oleh Suhrawardi pada abad XII.
            Selain tokoh-tokoh tersebut juga muncul ilmuan dan filsuf lain, diantaranya adalah Mir Damad alias Muhammad Baqir Damad seorang filsuf (mu’alim tsalits) dan Mulla Shadra atau Sadr Al-Din Al-Syirazi seorang dialektikus yang yang paling cakap di zamannya.
            Adapun kemunduran dan kehancuran Dinasti Safawi ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah karena adanya konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani, adanya dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin Dinasti Safawi dan seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
            Selain Dinasti Buwaihi dan Dinasti Safawi, ada dinasti-dinasti lain yang pernah berkuasa di Persia atau daerah timur Baghdad diantaranya adalah Dinasti Tahiriyah, Dinasti yang pertama mendirikan sebuah negara semi-independen di sebelah timur Baghdad. Dinasti Saffariyah yang berkuasa di Persia selama 41 tahun (867-878). Pendirinya adalah Ya’qub ibn Al-Laits Al-Shaffar (867-878). Dinasti Samaniyah yang didirikan oleh Nashr ibn Ahmad (874-892). Dinasti Ggaznawi yang didirikan oleh  Subuktigin (976-997). Dinasti ini melakukan perluasan wilayah kekuasaan meliputi Pensyawar di India dan Khurasan di Persia. Pada fase desintegrasi, dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasaanya di India di bawah pimpinan Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menakhlukkan hampir semua kerajaan Hindu di wilayah ini, sekaligus mengislamkan sebagian masyarakatnya. Setelah dinasti Ghaznawi hancur, muncul dinasti-dinasti kecil seperti Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1296-1316 M), Tuglug ( 1320-1412 M), dan dinasti-dinasti lain.

  
  Sumber: www.kontraktorkubahmasjid.com
            Adapun Dinasti Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Dinasti Safawi. Dinasti ini adalah dinasti yang paling muda diantara tiga dinasti besar Islam yaitu Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Dinasti Mughal bukanlah dinasti Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam di India terjadi pada masa Khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayah.
            Dinasti Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1539 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Pada pemerintahan ini diwarnai masa konsolidasi kekuasaan dengan mewarisi pemerintahan sebelumnya. Pada masa ini raja-raja Hindu Rajhputh (seperti Rana Sanga) di seluruh India bangkit kembali mencoba melepaskan dari kekuasaan Islam. Mereka memberontak antara tahun 1526 dan 1527 M. Raja-raja Hindu di seluruh India menyusun angkata perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan Hindu ini dapat dikalahkan Babur. Sementara itu, di Afganistan masih ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, Mahmud, menjadi sultan. Tetapi, Sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan Babur dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Pada tahun 1529 M, Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun yang kemudian pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anak-anaknya Humayun.
            Humayun, putra sulung Babur, dalam melaksanakan pemerintahan banyak menghadapi tantangan. Sepanjang masa kekuasaannya selama sembilan tahun (1530-1539 M) negara tidak pernah aman. Ia senantiasa berperang melawan musuh. Ini disebabkan karena ada beberapa faktor diantaranya adalah muncul pemberontakan Bahadur Syah. Terjadinya pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj.
            Dinasti ini mencapai masa keemasannya pada masa Akbar, anak dari Humayun. Karena Akbar masih terlalu muda 14 tahun dalam menggantikan Humayun maka urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masa ini telah disusun program ekspansi, yang berhasil menguasai beberapa wilayah. diantaranya Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Khasmir, Orissa, Deccan, dan lain-lain.
            Akbar juga menerapkan apa yang dinamakan dengan politik sulukhul (toleransi universal). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M).
            Pada Dinasti Mughol terjadi pula kemajuan dibeberapa bidang, diantaranya bidang ekonomi, Dinasti Mughol dapat mengembangkan progran pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Bersama dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. krya seni yang menonjol adalah sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi. Dan pada masa ini telah dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.
            Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M dinasti ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kkuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
            Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan mwmbawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1.      Terjadi stragnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat.
2.      Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3.      Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.      Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang0orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
            Demikianlah penjelasan tentang Peradaban Islam di Persia dan di India. Semuga dengan mengetahui sejarah Islam ini bisa bermanfaat dan menjadikan bertambahnya ilmu, iman dan taqwa kepada Allah SWT. Amin.



            Referensi:
1.      Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada.
2.      Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada.
Hitti, Philip K. 2006. History of The Arabs. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastrawan Arab Al- Barudi

Mengenal Ibnu Jinni, Salah Satu Tokoh Linguistik Arab

MENGENAL ILMU ARUDL