KINAYAH

         Kinayah merupakan sebagian dari ilmu balaghah. Secara bahasa, كناية berarti sindiran, penggunaan kata-kata yang tidak terang-terangan, dapat pula berarti tersirat. Secara istilah, kinayah adalah lafadz yang memiliki makna asli, tetapi yang dimaksud adalah kelaziman dari makna aslinya meski masih mungkin untuk dipahami dengan makna asli tersebut. Definisi lain terdapat pada nadzam jauharul maknun:

هو اللفظ الذي أريد به # لازم معناه مع جواز ارادته

            “Yaitu lafadz yang dikendaki (dalam maknanya) adalah sesuatu yang menetap pada maknanya lafadz tersebut, bersamaan diperbolehkan menghendaki makna asal darinya”.

            Pendapat lain menyebutkan kinayah adalah suatu ujaran yang maknanya menunjukkan pengertian pada umumnya (konotatif), akan tetapi dapat pula dimaksudkan untuk makna denotatif. Kajian kinayah dalam khazanah ilmu balaghah untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Abu Ubaidah pada tahun 209 H di dalam 4 kitabnya Majazul Qur’an.

Macam-macam kinayah di antaranya adalah: kinayah mausuf, kinayah sifat dan kinayah nisbah. Kinayah mausuf adalah menyebutkan sifat dan yang disifati dibuang, tetapi masih diperbolehkan menggunakan makna yang asli. Contoh:

أُمَّهَاتُ الْمُؤْمِنِينَ لَا يَتَزَوَّجْنَ بَعْدَ وَفَاةِ الرَّسُوْلِ

“Istri-istri nabi tidak menikah (lagi) setelah wafat rasul”

            Maksud “umahat al mu’minin” adalah “istri-istri Nabi”. Tetapi tidak disebutkan dengan kalimat “zaujat an nabiy”. Hanya disebut sifat-sifat mereka yang tidak dimiliki wanita-wanita lain. kaliamat tersebut juga dapat digunakan untuk makna aslinya.

            Selanjutnya kinayah sifat, yaitu menyebutkan mausuf dan membuang sifatnya, kemudian disebutkan sesuatu yang lazim, dengan tidak menghalangi menggunakan makna yang asli. Contohnya seperti ucapan Badui yang mengeluh kepada seorang Gubernur: أَشْكُو إلَيْكَ قِلَّة الجَرْذَانِ فِيْ بَيْتِي

            Ungkapan tersebut bermakna “aku mengadu kepadamu tentang tidak adanya tikus di rumahku”. Maksudnya “sedikitnya makanan di rumahnya”, seakan akan dia berkata “saya fakir”, dengan menyebutkan dalil kefakirannya yaitu perkataan “qillah al jardzan” (sedikitnya tikus). Penggunaan makna asli dalam ungkapan tersebut juga diperbolehkan.

            Kinayah nisbah adalah menyebutkan sifat, tetapi bukan menisbahkannya langsung kepada subjek yang disifatinya, melainkan sesuatu yang berkaitan dengannya. Contoh:

الْمَجْدُ بَيْنَ ثَوبَيْهِ وَالْكَرَمُ تَحْتَ رِدَائِهِ

            “kemuliaan terapit di antara dua pakaiannya dan kedermawaannya ada di bawah selimutnya”. Pembicara bermaksud menisbatkan keagungan dan kemuliaan kepada lawan bicara. Namun, ia tidak menisbatkan kedua sifat itu secara langsung kepadanya, melainkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya, yaitu pakaian dan selimut.

Sumber:

Shofwan, M Sholehudin. (2008). Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun (Juz 3). Jombang:                 Penerbit Darul Hikmah.

Nafisah, Nisa’atun, dkk. (2018). Analisis Makna Kinayah (Ilmu Bayan) dalam Qosidah

Burdah Pasal Satu dan Dua Karya Imam Al-Bushiri. Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa II, Jurusan Sastra Arab Universitas Negeri Malang.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2020). Bahasa Arab (Balaghah) Madrasah Aliyah                             Peminatan Keagamaan (XII).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seblang, The Mistic Dance of Banyuwangi

Kuliner Bengi Lan Lungguh Ngopi Surganya Kuliner Osing Banyuwangi

Lima Materi Persiapan Mendaftar PPIH Arab Saudi