Mampir di Festival Kuwung, Mengenal Lebih Dekat Ragam Tradisi dan Budaya Banyuwangi
Sempat vakum beberapa tahun, akhirnya 2024 Festival Kuwung kembali digelar. Tahun ini mengusung tema “Unity in Diversity – Peningset Cinde Sutro” yang menggambarkan kisah persatuan dan keanekaragaman seni dan budaya Banyuwangi. Parade berlokasi di area RTH Maron Genteng. Suasananya cukup meriah, atraksi seninya unik dan menarik perhatian.
Melalui doa, mantra suci, dan ritual sesaji, masyarakat setempat dapat menyatukan energi negatif dan positif yang ada di dalam hutan. Sehingga kekuatan alam menjadi lebih seimbang. Meskipun Pedut Nggelayut mengiringi tiap langkah di dalamnya, Alas Purwo tetap mempesona dengan keindahan dan ekosistemnya. Kini Alas Purwo semakin elok, menyimpan sejuta rahasia yang tetap terjaga melalui harmonisasi kehidupan yang dipelihara dengan penuh hormat dan ketulusan.
Distrik Rogojampi “Sanghyang Tuwuh”
Sebuah Ritus yang dilakukan oleh masyarakat Desa Aliyan berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan leluhur mereka. Dalam upacara ini, tembang-tembang khas dilantunkan dengan penuh khidmat, diiringi dengan suara tetabuhan yang merdu , sebagai bentuk penghormatan dan doa.
Ritus ini dilaksanakan dengan harapan agar segala hajat dan keinginan masyarakat terkabulkan serta sebagai tolak balak dan mara bahaya. Melalui doa-doa dan lantunan tembang tersebut, masyarakat desa meyakini bahwa mereka dapat menjaga kesejahteraan dan keselamatan diri mereka dengan restu dan perlindungan dari leluhur yang telah lama menjaga tanah mereka.
Distrik Genteng “Kawin Tebu”
Kawin Tebu merupakan tradisi yang sering digelar oleh beberapa pabrik gula di Indonesia, terutama di daerah Jawa.Tradisi kali ini digelar oleh Pabrik Gula PTPN I Regional 5 Kebun Kalitelepak Glenmore Banyuwangi. Prosesi Kawin Tebu ini mirip dengan prosesi pernikahan manusia pada umumnya dengan memilih dua batang tebu terbaik yang akan dijadikan manten.
sumber: fb banyuwangi_id |
Selain mendapat hiburan di festival ini, saya juga dapat belajar dan mengenal lebih dekat keragaman tradisi, seni dan budaya yang ada di Banyuwangi. Kuwung berarti "pelangi" maksudnya adalah Festival ini merupakan festival yang menampilkan warna-warni seni, tradisi dan budaya Banyuwangi yang beragam dan patut dilestarikan serta dijaga. Festival Kuwung tahun ini memiliki lima distrik yang masing-masing merepresentasikan keragaman seni budayanya.
Distrik Banyuwangi “Resik Kagungan”
Tradisi budaya di Kelurahan Mojopanggung (Cungking) Banyuwangi, digelar setiap tanggal 15 purnama di bulan Rajab. Salah satu ritual yang dilaksanakan adalah “Jamasan”, yaitu prosesi memandikan pusaka peninggalan Buyut Cungking Wongso Karyo, berupa Tombak Gagak Rimang. Pusaka ini memiliki nilai sejarah yang tinggi, karena serupa dengan tombak yang dimiliki oleh Ir.Soekarno presiden pertama Indonesia.
Ritual Jamasan, selain untuk melestarikan tradisi leluhur juga untuk menghidupkan semangat gotong royong serta mempererat silaturahmi antar warga setempat. Tradisi ini menjadi simbol keber samaan dan penghormatan terhadap warisan budaya Banyuwangi, sekaligus memperkuat identitas kultural yang telah diwariskan turun-temurun.
Distrik Blambangan “Tradisi Baritan”
Distrik Blambangan “Tradisi Baritan”
Baritan merupakan upacara selamatan tradisional yang dilaksanakan di sekitar sumber mata air. Ritual ini dilakukan sebagai wujud syukur sekaligus permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar diberkahi musim tanam padi yang subur dan berhasil.
Upacara ini menandai dimulainya musim tanam padi, sebuah memen penting dalam kehidupan agraris masyarakat. Baritan menjadi simbol harmoni antara manusia, alam dan Sang Pencipta. Serta memiliki sarat akan nilai-nilai kebersamaan dan keakraban.
Distrik Bangorejo “Pedut Tlatah Purwo”
Distrik Bangorejo “Pedut Tlatah Purwo”
Alas Purwo dikenal sebagai hutan belantara yang angker, penuh misteri, dan memiliki kekuatan yang gagah namun juga penuh tantangan. Hutan ini, yang memancarkan aura kekuatan alam, sering dianggap sebagai tempat yang gawat dan penuh teka-teki. Masyarakat yang menjadi pemangku hutan, melalui dialog dan tawar-menawar, harus bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan penghuni Alas Purwo, baik dalam bentuk energi alam maupun makhluk gaib yang ada di dalamnya.
Melalui doa, mantra suci, dan ritual sesaji, masyarakat setempat dapat menyatukan energi negatif dan positif yang ada di dalam hutan. Sehingga kekuatan alam menjadi lebih seimbang. Meskipun Pedut Nggelayut mengiringi tiap langkah di dalamnya, Alas Purwo tetap mempesona dengan keindahan dan ekosistemnya. Kini Alas Purwo semakin elok, menyimpan sejuta rahasia yang tetap terjaga melalui harmonisasi kehidupan yang dipelihara dengan penuh hormat dan ketulusan.
Distrik Rogojampi “Sanghyang Tuwuh”
Sebuah Ritus yang dilakukan oleh masyarakat Desa Aliyan berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan leluhur mereka. Dalam upacara ini, tembang-tembang khas dilantunkan dengan penuh khidmat, diiringi dengan suara tetabuhan yang merdu , sebagai bentuk penghormatan dan doa.
Ritus ini dilaksanakan dengan harapan agar segala hajat dan keinginan masyarakat terkabulkan serta sebagai tolak balak dan mara bahaya. Melalui doa-doa dan lantunan tembang tersebut, masyarakat desa meyakini bahwa mereka dapat menjaga kesejahteraan dan keselamatan diri mereka dengan restu dan perlindungan dari leluhur yang telah lama menjaga tanah mereka.
Distrik Genteng “Kawin Tebu”
Kawin Tebu merupakan tradisi yang sering digelar oleh beberapa pabrik gula di Indonesia, terutama di daerah Jawa.Tradisi kali ini digelar oleh Pabrik Gula PTPN I Regional 5 Kebun Kalitelepak Glenmore Banyuwangi. Prosesi Kawin Tebu ini mirip dengan prosesi pernikahan manusia pada umumnya dengan memilih dua batang tebu terbaik yang akan dijadikan manten.
Tebu pertama diberi nama Raden Bagus Rosa sebagai manten laki-laki dan tebu kedua diberi nama Diah Roro Manis sebagai manten perempuan. Nama-nama tersebut memiliki makna bahwa tebu-tebu tersebut dipilih dengan cermat karena memiliki kualitas unggul yang mampu menghasilkan gula yang bersih, manis dan berkualitas tinggi. Dalam rangkaian acaranya, digelar doa bersama agar masa giling tebu berjalan dengan lancar, selamat dan sukses. Acara ini ditutu dengan tasyakuran yang melibatkan seluruh masyarakat, dengan menampilkan berbagai kesenian lokal. Mengingat mayoritas penduduk Glenmore berasal dari suku Madura, salah satu keseniannya adalah Seni Wayang Topeng, sebagai simbol persatuan antara petani tebu, pihak pabrik dan masyarakat setempat.
Komentar
Posting Komentar